01 August 2012
Sastra, Budaya dan Nusantara
Haaiii... Sudah 489 hari gue nggak isi blog ini, ahh.. Seperti orang sibuk saja. Atau mungkin sok sibuk! Yahh.. Entahlah biarkan pendapat yang membuat pendapat akan pendapatnya, hahhaha..
Sedikit bercerita tentang hari ini. Tada pagi gue mengalami perbincangan dengan salah satu teman di linimaya, cukup menarik sehingga gue berinisiatif untuk merangkumnya ke blog ini. Atas dasar itu pula gue mengisi blog ini lagi, hehhe..
Pembicaraan bermulai dari apa perbedaan bahasa Spanyol yang berada di Eropa dengan bahasa Spanyol yang berada di Amerika Selatan itu apa ya? Ohh.. Atau mungkin seperti bahasa Inggris-Amerika dan Inggris-British saja? Bukankan bahasa Latin itu dari Eropa? Mungkin jika dimaksudnya Amerika Latin, apakah dapat dikategorikan?
Setelah dipikir-pikir, kasihan juga ya penduduk asli benua Amerika. Mereka sudah nggak akrab dengan 'bahasa Ibunya', karena yang berguna adalah bahasa warisan penjajah. Mari di cek dari utara ke selatan. Kanada? Inggris. Amerika? Inggris. Ahh.. Maaf, gue nggak bisa bilang Amerika itu negara, Amerika terlalu luas untuk dikatakan negara. Amerika itu benua. Baiklah.. Sebaiknya gue juga ganti kata Amerika diatas dengan USA? Namun tetap saja jawabannya.. Inggris. Dan bagaimana dengan Amerika Tengah serta Selatan (kecuali Brazil)? Mereka Spanyol. Brazil? Portugis.
Seorang teman lain menanggapi pebincangan ini, Ia mengatakan bahwa Kanada lebih banyak menggunakan bahasa Perancis. Ohh.. Ini suatu pengetahuan tambahan buat gue pagi tadi, terima kasih sobat :)
Argumenku dalam menanggapi pembicaraan pagi yang bisa dikatakan istimewa ini adalah "Kenapa mereka mesti malu untuk menggunakan bahasa daerah mereka sendiri?" Sama halnya dengan bila kita bertemu dengan 'bule-bule' dijalan, mereka dengan enaknya berbicara bahasa Inggris jika bertanya jalan. Sedangkan belum tentu (misalnya tukang becak) mengerti bahasa Inggris. Berbeda dengan Jepang atau Perancis, mereka tidak melayani turis yang tidak bisa berbahasa bahasa negaranya. Menurut gue ini jelas benar adanya, mengapa tidak? Apa kita mau bernasib seperti suku Aztec, Maya, Inca, Samoa, Indian? Bahasa mereka telah habis. Dipugar!
Bayangkan saja, jika 15 hingga 30 tahun kedepan (jika tahun ini tidak kiamat). Suku batak, sunda, jawa, madura, bali, dayak, ambon, toraja, papua itu akan musnah dari Indonesia. Oke.. Oke.. Jika ada yang nggak suka gue menyebut dengan nama Indonesia, gimana kalo gue ganti Nusantara. Apanya yang Nusantara kalau bahasanya sudah dominan Inggris dan Perancis?
Apakah ada sejarah Nusantara pernah dijajah oleh Inggris atau Perancis? Inggris cuma numpang 'buang hajat' di tanah Jawa! Sedangkan Perancis, sama sekali nihil dalam sejarah. Tapi lagi-lagi kenyataannya bagaimana sekarang? Inggris jadi bahasa penting melebihi bahasa persatuan di Nusantara ini. Disusul bahasa-bahasa dari Eropa yang sama sekali nggak ada korelasinya dengan NKRI.
Yahh.. Kalo motivasi 'lo' menguasai bahasa asing (selain Inggris) adalah jembatan mengembangkan potensi diri. Sebaiknya jangan pernah lupakan asal muasal lo. Gue jelas lebih suka Rammstein, mereka jelas sekali: Mutlak Jerman, 100%! Kenapa gue suka? Karena menurut gue mereka itu pejuang budaya, bukan hanya sekedar dari hal substansi lagunya. Coba dengerin lagu Rammstein yang judulnya Amerika. Disana ada lirik seperti ini: "this is not a love song, I don't sing my mother tongue" brilian!
Gue nggak tau ya apa motivasi mereka, tapi apa ada band Indonesia (kali ini Indonesia sangat jelas penggunaan katanya untuk gue pakai) yang sepede Rammstein. Mungkin JHF sudah mulai bergerak, sekarang mana yang lainnya? Jadi jika ada sebuah band Indonesia yang bergerak dengan semangat kedaerahan, jangan terburu-buru berpendapat kalo itu adalah primordialis atau chauvinis. Tolong dipikirkan lagi!
Krakatau, Viki Sianipar, Balawan, JHF dan lain-lain adalah bukti kalo seni dan budaya itu bisa berjuang tanpa harus menghamba pada bahasa negara lain. Kalo kita aja nggak pede buat pakai 'bahasa Ibu' kita (baca: Tradisional dan Indonesia), jangan harap anak dan cucu lo punya identitas dalam sebuah peradaban. Masih perlu contoh? Dateng aja ke Jakarta dan coba data anak-anak muda yang hampir tyiap malam ada di &eleven. Apa mereka mengerti bahasa daerah asal orang tua mereka?
Menjelang imsyak gue pun dapet materi menyenangkan dari sahabat lain yang selalu menyebut gue 'penulis satir' tentang bahasa. Ahh.. Jatuh cinta gue! Kalimat-kalimat yang dilontarkannya selalu membuat termotivasi untuk membaca lebih banyak buku, siap-siap ngumpulin peluru kalo suatu saat ditodong olehnya. Hahhaha.. Dia sedikit banyak mengajarkan gue tentang hal detail dan kesabaran. Pernah pula suatu ketika Ia bilang "Ojo kakehan konsep. Deingi ki modal, saiki yo prakteke, nek sing arepan kui jenenge konsepmu. Wis kui wae sing diinget." (yang artinya: jangan kebanyakan konsep. masa lalu itu modal, saat ini prakteknya, kalo masa depan itu konsep kamu. Udah itu aja yang lo inget." Selalu menyenangkan setiap kali berdiskusi dengan mahasiswa jurusan filsafat itu, meskipun medianya hanya personal messenger.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment